Well, akhirnya malam ini
saya bisa meluangkan waktu untuk menulis. Tadinya sih sudah ada keinginan sejak
beberapa hari yang lalu tapi kenyataannya baru bisa terlaksana sekarang.
Sebenarnya akhir-akhir ini saya
sedang merasa kesulitan mengendalikan pikiran dan perasaan yang ada dalam diri
saya. Entah, apakah ini yang disebut penat? Mungkin bisa dibilang begitu.
Siang tadi saya dan teman saya
menonton sebuah film yang menurut saya sangat bagus. Perahu Kertas 2, itulah
judul film yang saya tonton. Dulu, awal-awal Perahu Kertas 1 tayang, saya
sempat diajak teman-teman kantor untuk menonton film tersebut tapi entah kenapa
saat itu saya tidak begitu tertarik.
Saya pikir perahu kertas adalah sebuah film remaja dengan alur cerita yang sama
seperti film-film remaja lainnya.
Dan semua pendapat itu berubah
180 derajat setelah saya melihat
review film Perahu Kertas 2 di sebuah stasiun televisi swasta kemarin pagi,
sebelum saya berangkat ke kantor.
Film ini adalah sebuah film refleksi untuk diri saya sendiri.
Yes, the story of this film almost same with my real life story.
Entah mengapa…
Mungkin ini akan bisa disebut dengan aib apabila saya menceritakan hal
pribadi ke khalayak ramai mengenai apa yang pernah terjadi pada diri saya dan
mungkin orang akan berpikiran dan berpendapat lain mengenai diri saya setelah membaca
tulisan ini.
Tapi… BEBAS. Sebuah kata yang
syarat tanpa tekanan dan paksaan. Sudah terlalu lama juga rahasia ini tersimpan
di dalam kotak hati.
Saya terkadang heran dengan diri saya yang terlalu sering berpikir
berlebihan atau membayangkan sesuatu secara berlebihan. Saya bagai mata uang
yang memiliki dua sisi berbeda. Sisi yang penuh dengan imajinasi-imajinasi
nyeleneh, penuh sensasi dan sisi yang terkadang terlalu serius. Merenung,
berpikir dan berimajinasi. Seperti imajinasi yang muncul beberapa hari yang
lalu mengenai “Pasangan 100%”.
Sebenarnya sejak usia berapa seorang manusia mengenal rasa kasih
sayang terhadap lawan jenis?
SD, SMP atau SMA? Mungkin masing-masing orang berbeda. Layaknya
seperti gadis lainnya yang pernah merasakan rasa itu untuk pertama kalinya, hal
itu begitu mengejutkan.
Kini, pikiran saya mulai menerobos kembali ke masa lalu. Sebuah surat
yang saya terima dari seorang kakak kelas sewaktu SD. Entah surat apa yang
diberikannya kepada saya, hingga kini saya pun tidak tau isinya karena saya terlalu
gugup dengan kejadian itu untuk pertama kalinya. Surat itu saya buang karena
enggan dibaca. Saat itu usia saya belum genap 12 tahun. Dan itu adalah
pengalaman pertama saya mendapatkan surat dari lawan jenis.
Mungkin cerita ini terlihat agak menggelikan karena terjadi pada
seorang gadis kecil yang usianya belum genap 12 tahun.
Beberapa menit saya memejamkan mata saya dan kejadian-kejadian yang
telah berlalu muncul kembali. Sebuah pertemuan dengan sosok lain di usia 17
tahun. Sosok yang pernah diharapkan akan menjadi teman bercerita sepanjang
hayat. Namun, kenyataannya semua sirna begitu saja dalam kurun waktu tidak
lebih dari tiga bulan dan membekas selama kurang lebih satu tahun.
“Kejadian di masa lalu terkadang mempengaruhi hal-hal yang terjadi di
masa sekarang” -allid-
Sejak kejadian itu, agak sulit bagi saya untuk menerima sosok lawan
jenis lain walaupun hanya sekedar sebagai teman dekat. Takut dan khawatir
menjadikan sebuah kebimbangan yang mendalam dalam mengambil sebuah keputusan.
Awal perkuliahan…
Tahun itu saya bertemu sesosok makhluk unik ciptaan Tuhan. Sesosok
yang penuh dengan keceriaan dan warna dalam hidupnya. Sebenarnya sosok ini
bukanlah orang baru dalam hidup saya tapi entah bagaimana kami bisa lebih dekat
untuk saling mengenal ketika kami malah sudah jarang berjumpa dalam kegiatan
formal. Sesosok yang dengan terus terang pernah berucap kepada saya, “Aku
pokoknya akan bilang ini ke kamu setiap pagi, siang dan malam. Memang sih kayak
minum obat.” Perhatiannya begitu luar
biasa.
Lucu.
Kami pun memiliki sebuah panggilan khusus bagi satu sama lain.
Panggilan khusus yang sampai detik ini
akan saya simpan sebagai sebuah kenangan. Panggilan yang pernah dicoretkan ke
dalam sebuah cat di sebuah tembok. Ya, setidaknya untuk hal yang berbau seni dialah
juaranya.
Lalu pernahkah kalian disayangi secara diam-diam?
Menyayangi tanpa diketahui sang empunya pembuat rasa sayang, selalu
antusias terhadap apa yang terjadi pada seseorang yang disayangi dan mencari
segala sesuatu mengenai dirinya.
Diawali dari persamaan sebuah nama dengan orang di masa lalunya, rasa
itu bisa muncul. Saya maklumi. Perasaan sayang adalah anugerah dari Tuhan dan
saya tidak bisa mengambil haknya. Cukup dengan mempertegas sebuah hubungan
setelah tau bahwa dia pernah menunggu, mencari tau bahkan membuntuti.
Tahun ketiga perkuliahan…
“Kebahagiaan di dunia memang tak kekal adanya”. -allid-
Kedekatan yang dulu sempat terjalin mulai memudar dan berakhir dengan
tanpa adanya kabar. Sendiri jauh lebih baik adalah sebuah pemikiran seseorang
yang sudah jengah dengan hubungan yang berlandaskan rasa yang pernah dimiliki
oleh Romeo dan Juliet.
“Langkah kita dan sebuah pertemuan bukanlan sebuah coincidence
belaka”. -allid-
Saya takjub dan tak habis pikir betapa apiknya skenario Tuhan dalam
mempertemukan dua orang insan. Adakalanya ini dianggap sebagai suatu kebetulan
dan saya pikir di dunia ini tidak ada yang namanya suatu kebetulan.
Kebetulan dia adalah teman dari orang terdahuluku, kebetulan dia teman
dari teman masa kecilku ataupun hal-hal lain yang sering dilihat dalam sebuah
drama televisi yang kadang dianggap tampak tidak realistis. Tapi inilah takdir
Tuhan. Ini telah terjadi.
Hingga tiba saat ketika dia mencoba untuk berterus terang, mencoba
jujur terhadap dirinya kepada saya di sebuah lorong gedung yang memang sudah
tampak tua di makan usia. Bangunan itu menjadi saksi bisu.
Saya masih ingat betul ekspresi wajah dan kegugupannya dalam mengatasi
kekhawatiran terhadap perkiraan yang akan terjadi, perkiraan yang telah diramalkan
oleh dirinya. Dia berusaha menguatkan diri terhadap kenyataan yang terjadi.
Gayung tak bersambut.
Perasaannya terhadap saya terlalu dini bila dibandingkan dengan
lamanya waktu kami saling mengenal satu sama lain. Dan dia menghargai keputusan
itu.
Hubungan kami sempat mengalami pasang surut. Ada moment ketika
saya benar-benar tidak mau peduli terhadap kehadirannya.
Hingga…
Beberapa bulan terakhir ini kami mulai intens berkomunikasi lagi, menceritakan
kejadian-kejadian yang telah terjadi pada diri kami setelah kejadian terdahulu.
Tapi entah kenapa semakin kami berusaha saling mengenal karakter
masing-masing semakin besar pula keraguan yang ada dalam diri kami. Keraguan
untuk dapat bersatu meskipun kami sudah saling mengetahui perasaan
masing-masing. Benarkah dia sosok yang saya butuhkan?
Bayangan sosok lain itu muncul lagi. Sosok yang sudah saya kenal sejak
awal perkuliahan. Perkenalan di sebuah organisasi kemahasiswaan. Sosok itu. Sosok
yang dengan sengaja berusaha untuk saya lupakan. Dia (mungkin) tidak akan
pernah tau. Pergolakan hati.
Saya mulai berpikir dan mengevaluasi hal-hal yang telah terjadi pada
diri saya selama ini. Sampai detik saat saya membuat tulisan ini.
Bersatunya dua insan Tuhan mungkin memang berdasarkan rasa kasih sayang tapi
tidak hanya alasan ini saja yang mendasari mereka bersatu. Rasa saling membutuhkan
menjadi faktor terbesar mengapa mereka harus benar-benar bersatu. Tuhan
menciptakan setiap insannya dengan karakter masing-masing, ciri khas masing-masing.
Ada kelebihan dan kekurangan. Ketika seseorang menyadari kekurangannya, dia
akan mencari seseorang yang dapat mengisi kekurangan tersebut dengan
kelebihannya. Kita dipilih ketika kita juga memilih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar