Sabtu, 06 Oktober 2012

A Journey of Love


Well, akhirnya malam ini saya bisa meluangkan waktu untuk menulis. Tadinya sih sudah ada keinginan sejak beberapa hari yang lalu tapi kenyataannya baru bisa terlaksana sekarang. 

Sebenarnya akhir-akhir ini saya sedang merasa kesulitan mengendalikan pikiran dan perasaan yang ada dalam diri saya. Entah, apakah ini yang disebut penat? Mungkin bisa dibilang begitu.

Siang tadi saya dan teman saya menonton sebuah film yang menurut saya sangat bagus. Perahu Kertas 2, itulah judul film yang saya tonton. Dulu, awal-awal Perahu Kertas 1 tayang, saya sempat diajak teman-teman kantor untuk menonton film tersebut tapi entah kenapa saat itu saya tidak begitu  tertarik. Saya pikir perahu kertas adalah sebuah film remaja dengan alur cerita yang sama seperti film-film remaja lainnya. 

Dan semua pendapat itu berubah 180 derajat setelah saya melihat review film Perahu Kertas 2 di sebuah stasiun televisi swasta kemarin pagi, sebelum saya berangkat ke kantor. 

Film ini adalah sebuah film refleksi untuk diri saya sendiri.

Yes, the story of this film almost same with my real life story.

Entah mengapa…

Mungkin ini akan bisa disebut dengan aib apabila saya menceritakan hal pribadi ke khalayak ramai mengenai apa yang pernah terjadi pada diri saya dan mungkin orang akan berpikiran dan berpendapat lain mengenai diri saya setelah membaca tulisan ini.

Tapi… BEBAS. Sebuah kata yang syarat tanpa tekanan dan paksaan. Sudah terlalu lama juga rahasia ini tersimpan di dalam kotak hati.

Saya terkadang heran dengan diri saya yang terlalu sering berpikir berlebihan atau membayangkan sesuatu secara berlebihan. Saya bagai mata uang yang memiliki dua sisi berbeda. Sisi yang penuh dengan imajinasi-imajinasi nyeleneh, penuh sensasi dan sisi yang terkadang terlalu serius. Merenung, berpikir dan berimajinasi. Seperti imajinasi yang muncul beberapa hari yang lalu mengenai “Pasangan 100%”. 

Sebenarnya sejak usia berapa seorang manusia mengenal rasa kasih sayang terhadap lawan jenis? 

SD, SMP atau SMA? Mungkin masing-masing orang berbeda. Layaknya seperti gadis lainnya yang pernah merasakan rasa itu untuk pertama kalinya, hal itu begitu mengejutkan. 

Kini, pikiran saya mulai menerobos kembali ke masa lalu. Sebuah surat yang saya terima dari seorang kakak kelas sewaktu SD. Entah surat apa yang diberikannya kepada saya, hingga kini saya pun tidak tau isinya karena saya terlalu gugup dengan kejadian itu untuk pertama kalinya. Surat itu saya buang karena enggan dibaca. Saat itu usia saya belum genap 12 tahun. Dan itu adalah pengalaman pertama saya mendapatkan surat dari lawan jenis. 

Mungkin cerita ini terlihat agak menggelikan karena terjadi pada seorang gadis kecil yang usianya belum genap 12 tahun. 

Beberapa menit saya memejamkan mata saya dan kejadian-kejadian yang telah berlalu muncul kembali. Sebuah pertemuan dengan sosok lain di usia 17 tahun. Sosok yang pernah diharapkan akan menjadi teman bercerita sepanjang hayat. Namun, kenyataannya semua sirna begitu saja dalam kurun waktu tidak lebih dari tiga bulan dan membekas selama kurang lebih satu tahun. 

“Kejadian di masa lalu terkadang mempengaruhi hal-hal yang terjadi di masa sekarang” -allid-

Sejak kejadian itu, agak sulit bagi saya untuk menerima sosok lawan jenis lain walaupun hanya sekedar sebagai teman dekat. Takut dan khawatir menjadikan sebuah kebimbangan yang mendalam dalam mengambil sebuah keputusan. 

Awal perkuliahan…

Tahun itu saya bertemu sesosok makhluk unik ciptaan Tuhan. Sesosok yang penuh dengan keceriaan dan warna dalam hidupnya. Sebenarnya sosok ini bukanlah orang baru dalam hidup saya tapi entah bagaimana kami bisa lebih dekat untuk saling mengenal ketika kami malah sudah jarang berjumpa dalam kegiatan formal. Sesosok yang dengan terus terang pernah berucap kepada saya, “Aku pokoknya akan bilang ini ke kamu setiap pagi, siang dan malam. Memang sih kayak minum obat.”  Perhatiannya begitu luar biasa. 

Lucu.

Kami pun memiliki sebuah panggilan khusus bagi satu sama lain. Panggilan khusus  yang sampai detik ini akan saya simpan sebagai sebuah kenangan. Panggilan yang pernah dicoretkan ke dalam sebuah cat di sebuah tembok. Ya, setidaknya untuk hal yang berbau seni dialah juaranya. 

Lalu pernahkah kalian disayangi secara diam-diam?

Menyayangi tanpa diketahui sang empunya pembuat rasa sayang, selalu antusias terhadap apa yang terjadi pada seseorang yang disayangi dan mencari segala sesuatu mengenai dirinya. 

Diawali dari persamaan sebuah nama dengan orang di masa lalunya, rasa itu bisa muncul. Saya maklumi. Perasaan sayang adalah anugerah dari Tuhan dan saya tidak bisa mengambil haknya. Cukup dengan mempertegas sebuah hubungan setelah tau bahwa dia pernah menunggu, mencari tau bahkan membuntuti.

Tahun ketiga perkuliahan…  

“Kebahagiaan di dunia memang tak kekal adanya”. -allid-

Kedekatan yang dulu sempat terjalin mulai memudar dan berakhir dengan tanpa adanya kabar. Sendiri jauh lebih baik adalah sebuah pemikiran seseorang yang sudah jengah dengan hubungan yang berlandaskan rasa yang pernah dimiliki oleh Romeo dan Juliet. 

“Langkah kita dan sebuah pertemuan bukanlan sebuah coincidence belaka”. -allid-

Saya takjub dan tak habis pikir betapa apiknya skenario Tuhan dalam mempertemukan dua orang insan. Adakalanya ini dianggap sebagai suatu kebetulan dan saya pikir di dunia ini tidak ada yang namanya suatu kebetulan.

Kebetulan dia adalah teman dari orang terdahuluku, kebetulan dia teman dari teman masa kecilku ataupun hal-hal lain yang sering dilihat dalam sebuah drama televisi yang kadang dianggap tampak tidak realistis. Tapi inilah takdir Tuhan. Ini telah terjadi.

Hingga tiba saat ketika dia mencoba untuk berterus terang, mencoba jujur terhadap dirinya kepada saya di sebuah lorong gedung yang memang sudah tampak tua di makan usia. Bangunan itu menjadi saksi bisu. 

Saya masih ingat betul ekspresi wajah dan kegugupannya dalam mengatasi kekhawatiran terhadap perkiraan yang akan terjadi, perkiraan yang telah diramalkan oleh dirinya. Dia berusaha menguatkan diri terhadap kenyataan yang terjadi. Gayung tak bersambut.

Perasaannya terhadap saya terlalu dini bila dibandingkan dengan lamanya waktu kami saling mengenal satu sama lain. Dan dia menghargai keputusan itu.

Hubungan kami sempat mengalami pasang surut. Ada moment ketika saya benar-benar tidak mau peduli terhadap kehadirannya.

Hingga…

Beberapa bulan terakhir ini kami mulai intens berkomunikasi lagi, menceritakan kejadian-kejadian yang telah terjadi pada diri kami setelah kejadian terdahulu.

Tapi entah kenapa semakin kami berusaha saling mengenal karakter masing-masing semakin besar pula keraguan yang ada dalam diri kami. Keraguan untuk dapat bersatu meskipun kami sudah saling mengetahui perasaan masing-masing. Benarkah dia sosok yang saya butuhkan? 

Bayangan sosok lain itu muncul lagi. Sosok yang sudah saya kenal sejak awal perkuliahan. Perkenalan di sebuah organisasi kemahasiswaan. Sosok itu. Sosok yang dengan sengaja berusaha untuk saya lupakan. Dia (mungkin) tidak akan pernah tau. Pergolakan hati.

Saya mulai berpikir dan mengevaluasi hal-hal yang telah terjadi pada diri saya selama ini. Sampai detik saat saya membuat tulisan ini. 

Bersatunya dua insan Tuhan mungkin memang berdasarkan rasa kasih sayang tapi tidak hanya alasan ini saja yang mendasari mereka bersatu. Rasa saling membutuhkan menjadi faktor terbesar mengapa mereka harus benar-benar bersatu. Tuhan menciptakan setiap insannya dengan karakter masing-masing, ciri khas masing-masing. Ada kelebihan dan kekurangan. Ketika seseorang menyadari kekurangannya, dia akan mencari seseorang yang dapat mengisi kekurangan tersebut dengan kelebihannya. Kita dipilih ketika kita juga memilih.                                                                                                                           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar