Selasa, 11 Oktober 2011

Keterbatasan yang tidak membatasi :'))

Hello universe!
Selamat malam jagad raya...

Tampaknya malam ini cuaca kota Jogja “agak panas” yaa. Sepertinya kini cuaca tak bisa diperediksi secara “apik” oleh manusia. Yah begitulah, manusia hanya bisa memprediksi dan Tuhan-lah yang menentukan, manusia merencanakan tapi Tuhan-lah yang memutuskan.

Rutinitas saya hari ini hampir sama seperti hari-hari sebelumnya. Berangkat ke kantor ± jam 07.00 WIB, absen, menyalakan beberapa komputer, duduk di depan komputer berjam-jam, istirahat, kembali lagi duduk di depan komputer sampai jam 15.45 WIB, absen (lagi) kemudian pulang.  

Pekerjaan saya memang menghabiskan banyak waktu di depan komputer, oleh sebab itu saya pun sadar secara penuh bahwa salah satu resiko dari pekerjaan saya adalah (entah cepat atau lambat) kerusakan pada mata saya.

Daaann...
Semua itu akhir-akhir ini mulai terbukti.

Kini berlama-lama di depan komputer (agak) sering membuat pandangan jadi (sedikit) kabur. Masa masih muda udah harus pake kaca mata?? (~_~!)
Sejujurnya saya malas untuk “setor muka” ke dokter mata di kantor.

Yowes, lupakan masalah pribadi saya di atas.

Masih berkaitan dengan curhat colongan saya di atas, tadi sore saya mendapatkan sebuah pemandangan (yang menurut saya luar biasa) berdasarkan sebuah pengamatan pribadi. (INFO: saya senang sekali melakukan pengamatan saat berkendara, dan sejujurnya saya sedang memikirkan apakah kalimat “pengamatan saat berkendara” sudah tepat untuk mewakili penjelasan tentang kebiasaan (kemungkinan bisa jadi hobi) nyeleneh saya).

Saya agak bingung harus mengawali dengan kalimat apa untuk berbagi pengalaman tadi sore. :')
Maghrib tadi air mata saya cukup banyak keluar karena memikirkan pemandangan di Jl. Affandi (Gejayan). Pemandangan yang membuat hati saya terkoyak, batin saya sedih dan diri saya malu terhadap Tuhan, Sang Pencipta dan Pemilik Kesempurnaan Mutlak.

Mata sebagai alat penglihatan adalah salah satu anugerah terindah Tuhan kepada insan-Nya untuk dapat dipergunakan secara maksimal. Mata adalah media pada diri kita untuk dapat menikmati indahnya ciptaan Tuhan di muka bumi. BAYANGKAN!!! Apa jadinya jika kita belum diizinkan untuk menikmati anugerah Tuhan ini?

Sabarkah kita untuk HANYA melihat pemandangan GELAP seumur hidup?
Sanggupkah kita untuk HANYA BISA mendengar suara orang-orang yang dicintai TANPA melihat mereka?
Sanggup dan sabarkah kita untuk KUAT saat mendapatkan ejekan dan hinaan dari mereka yang mengklaim diri mereka sebagai makhluk paling sempurna?

Sore tadi, sepulang dari kantor saya melihat seorang bapak tuna netra berjalan dipinggir jalan melawan arus jalanan padahal kondisi Jl. Affandi saat itu ramai sekali. Sang bapak tuna netra dengan bantuan tongkat ditangan kirinya berjalan ke arah selatan sambil membawa beberapa tumpukan keset di atas kepalanya sedangkan tangan kanan sang bapak tuna netra membawa barang dagangan lain (sepertinya sulak).

Sang bapak yang saya lihat di Jl. Affandi tadi sebenarnya sudah pernah saya lihat di selatan FKG UGM hanya saja saat dikawasan FKG UGM sang bapak tuna netra ditemani oleh seorang wanita (kemungkinan istrinya) yang mengalami kondisi tidak bisa melihat juga.

Singkat cerita, gak tau kenapa sampai rumah suasana hati jadi gak karuan. Penyebabnya tak lain dan tak bukan karena pemandangan tadi sore. Pemandangan tadi dapat membuat air mata saya keluar terus menerus selama 1800 detik.

Pemandangan yang saya ceritakan diatas menurut saya merupakan pelajaran hidup. Keterbatasan yang ada pada diri mereka tidak membuat semangat hidup mereka terbatas.

Terima kasih Tuhan atas pembelajaran ini. Terima kasih untuk bapak dan ibu tuna netra yang tidak saya ketahui namanya, semoga bapak dan ibu selalu dalam lindungan Tuhan :'))

2 komentar:

  1. Dilla,,,ternyata suka nulis ya.. hehe seneng deh bacanya. Liat tulisan diatas aq jd pgn nangis jg (mmg dasarnya cengeng), aq jg sering liat bapak2 td, dan jg bapak2 yg senasib lainnya.

    BalasHapus
  2. sedang latihan menulis mbak lebih tepatnya :)

    terima kasih loooh sudah membaca :D

    BalasHapus